Bambang Wisanggeni menolak saran ayahnya. Ia telah bersumpah hanya akan menikahi Mustikawati seorang, dan tidak ingin berpindah ke lain hati. Arjuna marah dibantah putranya. Ia pun memukul Bambang Wisanggeni dan mengancam akan menghajarnya habis-habisan apabila tetap bersikeras ingin menikahi Mustikawati. Bambang Wisanggeni tidak takut pada ancaman ayahnya, karena ia merasa menikahi gadis tersebut bukanlah perbuatan salah. Arjuna bertambah marah dan menyerang putranya itu.
Bambang Wisanggeni terpaksa menghadapi serangan ayahnya. Ia hanya menghindar dan menangkis, sama sekali tidak pernah membalas pukulan Arjuna. Namun, setiap kali tangannya menangkis, selalu saja membuat tangan atau kaki Arjuna merasa linu dan nyeri. Sungguh tinggi kesaktian Bambang Wisanggeni berada di atas Arjuna. Antasena dan para panakawan hanya menonton di tepi, kecuali Kyai Semar yang memilih tidur di bawah pohon.
Setelah bertarung cukup lama, Arjuna akhirnya kelelahan dan terdesak. Tiba-tiba muncul bayangan hitam melerai pertarungan mereka. Orang itu tidak lain adalah Kresna, raja Dwarawati. Arjuna dan Bambang Wisanggeni pun sama-sama menghaturkan salam kepadanya.
Kresna bertanya mengapa ayah dan anak bertarung di jalan, apakah sedang latihan perang-perangan? Arjuna menjawab, dirinya berusaha menghalangi Bambang Wisanggeni yang hendak meminta restu untuk menikah dengan Mustikawati. Hal ini karena ia telah berjanji kepada Dorna untuk membantu mendapatkan Cupumanik Gambar Jagad sebagai syarat Lesmana Mandrakumara meminang gadis tersebut.
Kresna menyebut Arjuna sungguh aneh, karena janji yang ia ucapkan kepada Dorna adalah membantu mendapatkan cupumanik, bukan membantu menghalangi Bambang Wisanggeni. Arjuna menjawab, jika tidak dihalangi maka Bambang Wisanggeni pasti mampu mendapatkan pusaka tersebut. Kresna berkata, itu artinya Arjuna tidak percaya diri, takut berlomba melawan anak sendiri. Lagipula jika Bambang Wisanggeni berhasil mendapatkan cupumanik tersebut, itu artinya jodoh Mustikawati bukan Lesmana.
