Wisata

Lestarinya Budaya Kampung Megalitikum Bena

Published

on

Sumber Video

Kampung Bena, kampung adat tertua di Flores yang masih memegang tradisi Megalitikum sejak 1.200 tahun lalu. Kampung ini menjadi satu-satunya warisan budaya Megalitikum yang ada di Indonesia. Bertandang ke Flores, tak lengkap bila tak menginjakkan kaki ke Kampung Bena. Kampung yang berada di puncak bukit, tepatnya sebelah timur Gunung Inerie dengan ketinggian 2245 mdpl.

Kampung ini berada sekitar 18 kilometer dari selatan Kota Bajawa, Flores. Tepatnya di desa Tiwuiwu, Kecamatan Aimere, Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur. Menjangkau Bena, bisa dilakukan dari Bajawa, juga dari Watuaji setelah melewati Mangulewa dari arah Ende.

Bila dilihat dari kejauhan, Kampung Bena ini berbentuk seperti perahu yang diapit bukit Luba dan bukit Batakengo, dimana ujung selatannya lebih tinggi dibanding utara. Sedangkan pintu masuknya hanya ada di sisi pintu sebelah utara. Antara sisi utara dan selatan inilah berderet rumah-rumah yang saling berhadapan, di tengahnya terdapat pelataran luas. Di sanalah tempat kuburan leluhur nenek moyang Kampung Bena.

Kuburan-kuburan tersebut berbentuk batu-batu besar yang panjang dan tajam, menghujam ke tanah dan menjulang ke atas, membentuk seperti kurungan. Dipercaya, di antara kurungan batu itulah letak mayat-mayat yang dikuburkan. Beberapa di antara ujung-ujung batu itu juga ada yang diletakkan lempengan batu, sehingga membentuk meja. Rangkaian batu-batu pekuburan itulah yang dinamakan Megalitikum, zaman batu besar. Selain pekuburan Megalitikum, di pelataran juga terdapat rumah adat berbentuk kerucut dengan diameter 1-2 meter.

Rumah adat ini merupakan tempat penyimpanan sesajian bagi leluhur. Di sisi kiri-kanan pelataran, terutama di pendopo rumah adat, dipajang pakaian adat tradisional. Pada area halaman tengah (kampung) terdapat ngadhu dan bhaga, simbol hubungan kekerabatan antara leluhur dan generasi itu sampai selamanya. Ngadhu merupakan representasi nenek moyang laki-laki dari satu klen (suku).

Ngadhu ini tersimbol dalam bentuk sebuah tiang kayu memanjang yang diukir dengan motif sawa, beratap alang-alang dan ijuk dengan dua tangan memegang parang dan tombak. Tiang kayu panjang ini merupakan tempat untuk menggantungkan hewan-hewan kurban saat acara pesta adat. Sedangkan Bhaga merupakan representasi nenek moyang perempuan dari sebuah suku. Bhaga berbentuk pondok kecil tanpa penghuni yang merupakan miniatur dari rumah orang Bena.

Sumber: Netmediatama, sportourism.id